Page 3 of 4
1 2 3 4

Chile: Comienza convocatoria al programa de educación superior 2018 para estudiantes con discapacidad

Chile/18 de Diciembre de 2017/El Mostrador

Personas chilenas y extranjeras en situación de discapacidad, podrán recibir financiamiento para costear Ayudas Técnicas, de Apoyo o Cuidado.

Hasta el viernes 12 de enero se encontrará abierto el proceso de convocatoria al Programa de Apoyos a Estudiantes en Situación de Discapacidad en Instituciones de Educación Superior 2018, que ofrece el Servicio Nacional de la Discapacidad (SENADIS). Las bases ya se encuentran  disponibles en el sitio web www.senadis.gob.cl

El objetivo del programa es contribuir a la disminución de barreras del entorno educativo, que dificulten la inclusión de estudiantes en situación de discapacidad en instituciones de educación superior.

La convocatoria  está destinada  a estudiantes, nacionales o extranjeros, en situación de discapacidad, egresados de cuarto año medio, que cursarán estudios de educación superior durante el año 2018, cabe destacar que esto último incluye a estudiantes que aún no se encuentren matriculados, pero que lo harán durante el próximo año. Los estudiantes deberán presentar nota igual o superior a 4.0, como promedio de los ramos cursados, durante el último año o semestre lectivo. Quienes participen de este proceso deben estar inscritos en el Registro Nacional de la Discapacidad.

Ante esto, el Director Nacional del SENADIS, Daniel Concha; valoró que nuevamente los jóvenes puedan contar con este apoyo que les garantiza la plena inclusión durante su etapa de formación superior , o de quienes ya lo hacen, “ la igualdad de oportunidades para las personas en situación de discapacidad, no significa entregar lo mismo para todos y todas, por el contrario, las personas en situación de discapacidad requieren apoyos adicionales y ajustes razonables, en este caso,  la posibilidad de acceder y continuar en la educación superior”.

El programa dispone de $497.570.0001 para el financiamiento de Apoyos Adicionales. Los cuales pueden costear Ayudas técnicas, Servicios de Apoyo para el cuidado, la asistencia o intermediación, destinado a mejorar las condiciones y el nivel de participación en el proceso educativo de los estudiantes en situación de discapacidad en Instituciones de Educación Superior. En el caso que  alguno de los estudiantes requiera el financiamiento de Servicios de Traslado el tope máximo a entregar por estudiante corresponderá a $1.500.000. En cuanto a otros servicios de Apoyo y/o ayudas técnicas, el monto asciende  hasta $2.900.000.

Para realizar la solicitud de Apoyos Adicionales, se debe entrar al link estudiantes.senadis.cl. El usuario debe tener creado una cuenta y clave, con ello podrá acceder al formulario en línea y posteriormente adjuntar la documentación que se especifica en las bases del programa.

Esta y otras medidas forman parte de los compromisos del gobierno de la Presidenta Michelle Bachelet por extender los beneficios y entregar mayores oportunidades a los estudiantes. El programa de Apoyo y Continuidad se suman a las medidas implementadas este año por la actual administración, como la incorporación de los ajustes a la Prueba de Selección Universitaria, cuyo propósito fue garantizar que todas y todos los estudiantes con discapacidad rindieran la PSU en igualdad de condiciones.

Fuente: http://www.elmostrador.cl/agenda-pais/2017/12/15/comienza-convocatoria-al-programa-de-educacion-superior-2018-para-estudiantes-con-discapacidad/

Comparte este contenido:

IDONESIA: Membuka pintu pendidikan lebih lebar bagi siswa difabel di Indonesia

Asia/ Indonesia/Diciembre del 2017/https://theconversation.com/

Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap 3 Desember bukan hanya untuk mendukung penyandang disabilitas tapi juga hari untuk mengambil tindakan demi memastikan warga difabel mendapatkan haknya. Sebuah kolaborasi Indonesia-Australia meninjau apakah lembaga pendidikan di Indonesia, termasuk lembaga pendidikan Islam, membuka pintunya bagi penyandang disabilitas.

Pemerintah Indonesia telah berupaya mempromosikan pendidikan yang inklusif dan mudah diakses oleh penyandang disabilitas. Tetapi, siswa difabel membutuhkan komitmen lebih dari pemerintah dan masyarakatdemi kesetaraan dan partisipasi penyandang disabilitas.

Kemajuan dalam hal akses dan inklusi

Hak penyandang disabilitas tercantum dalam Konvensi PBB tentang Hak bagi Penyandang Disabilitas.

Pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi tersebut pada 2011 dan mengesahkan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas pada 2016. Pemerintah dan masyarakat juga telah berupaya untuk mempromosikan inklusi penyandang disabilitas dalam bidang pendidikan.

Halangan-halangan masuk sekolah dan melanjutkan ke universitas juga telah dievaluasi. Ini termasuk upaya mengubah rancangan gedung sekolah agar mengakomodasi lajur khusus untuk kursi roda (ramp) untuk masuk ruang kelas. Kurikulum di sekolah umum dan sekolah Islam juga telah diubah demi meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas di sekolah.

Perbaikan juga terjadi di luar sektor pendidikan. Sejumlah pemerintah daerah juga dilaporkan telah memulai perencanaan pembangunan yang inklusif untuk membangun infrastruktur yang bisa diakses orang difabel.

Masih banyak yang harus dikerjakan, tapi telah ada dukungan sungguh-sungguh untuk inklusi penyandang disabilitas di seluruh Indonesia.

Konferensi keragaman dan inklusi disabilitas

Dua lembaga Australia, Institute for Religion, Politics and Society di Australian Catholic University, dan Institute for Culture and Society di University of Western Sydney, telah bekerja sama dengan Fakultas Dakwah dan Komunikasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta sejak 2016. Kemitraan ini bertujuan menumbuhkan sikap dan kebijakan yang inklusif di lembaga pendidikan tinggi Islam, madrasah dan pesantren.

Konferensi bertajuk Keragaman dan Inklusi Disabilitas di Masyarakat Muslim: Pengalaman di Negara-negara Asia adalah hasil dari kemitraan ini. Konferensi ini didukung oleh UIN Jakarta dan inisiatif pemerintah Australia, Program Peduli, yang dikelola The Asia Foundation.

Perhatian dari seluruh Indonesia mengenai isu ini cukup besar. Para pembicara termasuk akademisi, aktivis disabilitas dan masyarakat sipil. Konferensi ini mempertemukan cendekiawan dari berbagai disiplin, termasuk pendidikan, pekerjaan sosial, psikologi, hukum, studi kebijakan, dan studi agama. Maka pendekatan antardisiplin terasa kental dalam diskusi dua hari tersebut.

Isu-isu yang dipaparkan dalam konferensi termasuk diskriminasi yang masih terjadi, persepsi masyarakat yang negatif mengenai disabilitas, dan kebijakan yang diskriminatif. Konferensi juga menampilkan temuan para peneliti berkait praktik-praktik inklusi di tingkat komunitas. Isu penting yang didapati dari 52 makalah adalah kurangnya inklusi di bidang pendidikan.

Konferensi memilih fokus inklusi di lembaga pendidikan Islam dan ini memang disengaja. Pendidikan bermutu tinggi bagi penyandang disabilitas penting untuk memastikan mereka mendapat kesempatan kerja di masa depan. Perundangan-undangan di Indonesia memandatkan perusahaan untuk memberi kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas berdasar prinsip non-diskriminasi. Pendidikan menjadi fondasi dari kesempatan kerja yang baik.

Manfaat pendidikan inklusif

Pendidikan inklusif merupakan dasar dari perkembangan kemampuan dan kapasitas penyandang disabilitas sehingga bisa bersaing dan dihargai di dunia kerja. Inklusi penyandang disabilitas di pendidikan tinggi mendorong sikap positif di komunitas terhadap penyandang disabilitas, partisipasi, dan inklusi sosial.

Pembahasan yang muncul dalam konferensi internasional memperlihatkan bagaimana disabilitas dan keragaman bisa menjadi jalan penting menuju menghargai perbedaan. Inklusi disabilitas mendorong dialog dan pembelajaran, memperluas pemahaman sosial akan hak, keadilan, dan praktik tanpa diskriminasi.

Disabilitas dan pendidikan Islam

Kolaborasi antara ilmuwan Australia dan Indonesia menelaah inklusi disabilitas di lembaga pendidikan Islam seperti di pesantren, madrasah, dan universitas Islam. Para akademisi juga menelaah pengajaran Islam, dari ayat Quran dan Hadis, berkenaan dengan praktik inklusif.

Para peneliti dan aktivis disabilitas Muslim di konferensi membahas kunci-kunci dalam pengajaran Islam yang mendorong inklusi, rasa hormat, dan martabat. Para penyaji makalah membahas dukungan positif untuk perbedaan dan keragaman dalam ajaran Islam. Ini termasuk peran iman yang mendukung pemenuhan hak dalam tindakan sehari-hari.

Isu inti yang juga diungkapkan di konferensi adalah mayoritas penyandang disabilitas di Indonesia tinggal di perdesaan. Ini tantangan sebab madrasah dan pesantren di perdesaan biasanya kurang dalam fasilitas dan sumber daya. Jarang ada pesantren atau madrasah yang memiliki fasilitas untuk penyandang disabilitas.

Konferensi ini memfasilitasi berbagi gagasan, pengetahuan, dan keahlian dari seluruh Indonesia. Para aktivis mengungkapkan pengalaman mereka dan menunjukkan cara baru untuk mewujudkan inklusi disabilitas di Indonesia. Gabungan antara pengalaman pribadi dan riset menekankan pentingnya kebijakan pemerintah dalam memperluas inklusi penyandang disabilitas, terutama di bidang pendidikan. Para pembicara dan peserta konferensi menekankan dengan inklusi pendidikan maka sikap masyarakat terhadap disabilitas bisa lebih positif.

Peserta konferensi menyetujui kolaborasi penting ini harus dilanjutkan. Rencana untuk kolaborasi lebih jauh bahkan telah mulai dibicarakan. Komitmen bersama antara aktivis dan akademisi, yang didorong aspirasi para penyandang disabilitas, akan melempangkan jalan ke perubahan kebijakan. Konferensi ini berakhir dengan dibentuknya Jaringan Riset Disabilitas Australia-Indonesia untuk membangun momentum demi perubahan sosial.

Fuente: https://theconversation.com/membuka-pintu-pendidikan-lebih-lebar-bagi-siswa-difabel-di-indonesia-88262

Fuente Imagen:

https://lh3.googleusercontent.com/iWZ7BxcAOnWrTaPJASR5Ax5_i0rnr3L9DRsah_MffGJ8RY5YVxOJPHP0yXjT1cFypiKpSg=s129

 

Comparte este contenido:

Libro Hacia una universidad accesible: Construcciones colectivas por la discapacidad

Ficha Bibliográfica

En el año 2010 se cumplió el décimo aniversario de la constitución de nuestra Comisión Universitaria sobre Discapacidad (CUD), por lo que consideramos necesario generar una publicación que recuperase la mirada que, colectivamente, hemos construido sobre la discapacidad, y las prácticas sociales que se han realizado, reflexionado, discutido y evaluado desde el espacio universitario.

En este marco, la producción teórica se constituirá a partir de los tópicos de docencia, extensión universitaria, investigación y gestión.
Estos cuatro ordenadores nos permitirán rendir cuenta de los saberes construidos y fundamentalmente los interrogantes que fuimos formulando.
El título del libro responde a la necesidad colectiva de exponer, en términos analíticos, las practicas que desarrollamos desde este espacio social. Inspiradas en un ideario de accesibilidad hemos generado prácticas sociales que trataremos razonadamente a lo largo del texto. El reconocernos como pertenecientes al campo académico nos posibilita visualizar lo colectivamente transformado y las utopías aún no realizadas.

Información

    • Sandra Lea Katz

      Profesora en Educación Física y licenciada en Psicología por la Facultad de Humanidades y Ciencias de la Educación (FaHCE),UNLP. Profesora adjunta ordinaria de la asignatura Didáctica para la integración en Educación Física del Profesorado y de la Licenciatura en Educación Física, y profesora de la asignatura Integración y discapacidad en las prácticas corporales de la Licenciatura en Educación Física (FaHCE, UNLP). Docente en el Instituto de Menores para Adolescentes con Discapacidad desde hace veinticuatro años. Coordinadora de la CUD, UNLP y de la CIDyDDHH de Argentina. Referente argentino de la Red Latinoamericana y del Caribe sobre Discapacidad y Derechos Humanos. Ha participado en numerosas conferencias en congresos en Argentina, Chile y Colombia, y cuenta con experiencia en gestión pública.

  • Paula Mara Danel

    Licenciada y magíster en Trabajo Social, UNLP. Alumna del Doctorado de Trabajo Social (FTS, UNLP). Secretaria de la CUD, UNLP, e integrante de la CID y DDHH. Docente investigadora y extensionista de la Facultad de Trabajo Social (FTS), UNLP. Profesora asociada de la Carrera de Especialización en Gerontología Comunitaria e Institucional de la UNMdP. Trabajadora social de la Gerencia de Promoción Social y Comunitaria del Instituto Nacional de Servicios Sociales para Jubilados y Pen- sionados (INSSJyP–Pami–). Cuenta con publicaciones relacionadas al campo de la vejez y de la discapacidad, y experiencia de gestión en políticas públicas.

    Fuente: https://libros.unlp.edu.ar/index.php/unlp/catalog/book/276

Comparte este contenido:

En Irlanda: el número de estudiantes con discapacidades en Educación Universitaria se triplican durante una década

El financiamiento de apoyo por estudiante disminuye en casi dos tercios a € 1,025 entre 2007 y 2015

Europa/Irlanda/irishtimes.com
  

El número de estudiantes con discapacidades en tercer nivel o educación superior se ha más que triplicado en una década, según muestra una investigación reciente realizada en Irlanda. El aumento dramático está vinculado a más de € 70 millones que se han gastado en mejorar el acceso y el apoyo para estudiantes con discapacidad, sin embargo, el financiamiento por estudiantes individuales se ha reducido en aproximadamente un tercio en ese momento, dado que los recursos no se han mantenido al ritmo del crecimiento en el número de estudiantes.

Estadísticamente el informe resalta que el número de personas con discapacidades que asisten a tercer nivel o educación superior ha aumentado de 3,800 en 2008 a más de 12,000 estudiantes este año. La mayoría tiene discapacidades de aprendizaje específicas (50%), seguidas de discapacidades múltiples (10%) y problemas de salud mental (9%).

En 1994 se estableció un fondo específico para estudiantes con discapacidades para apoyar a los estudiantes de tiempo completo que enfrentaban grandes desafíos para acceder a una educación superior o superior.

Una revisión independiente ha encontrado que, si bien el número de estudiantes que reciben apoyo ha crecido significativamente en la última década, el nivel general de financiamiento se ha mantenido prácticamente igual.

En términos per cápita por año, esto significa que ha habido una reducción de cerca de un tercio en fondos por estudiante por año, una reducción de más de € 2.900 en 2007 a € 1.025 en 2015.

Toma nota de que todas las indicaciones indican que la cantidad de aplicaciones está establecida para seguir aumentando. Si no se aumentan los niveles de financiamiento, dice que el financiamiento por estudiante seguirá disminuyendo.

«Las instituciones enfrentarán más desafíos para atender las crecientes demandas de soporte para este tipo de estudiantes», dice.

El informe también dice que los retrasos administrativos significan que los nuevos estudiantes pueden estar a mitad de su año académico antes de recibir apoyo, y algunos pueden desertar antes de llegar a este punto.

Recomendaciones sobre mejoras

Hace una serie de recomendaciones sobre dónde se pueden hacer mejoras.

Incluyen la necesidad de un modelo de asignación más sólido, la extensión del fondo a estudiantes a tiempo parcial y, a lo largo del tiempo, la transferencia del elemento de educación complementaria del fondo a Solas.

El Dr. Graham Love , director ejecutivo de la HEA, acogió con satisfacción la conclusión general del informe de que el fondo ha desempeñado un papel vital en el apoyo a la evolución de los servicios y apoyos para estudiantes con discapacidades en educación superior e irlandesa.

Dijo que la HEA comenzará a implementar las recomendaciones del informe de inmediato.

El ministro de Educación, Richard Bruton, dijo que asegurar que nuestro sistema educativo sea inclusivo y satisfaga las necesidades de todos nuestros estudiantes fue una prioridad clave.

«El fondo desempeña un papel vital para asegurar que los estudiantes con discapacidades puedan acceder y permanecer en la educación superior y superior, ayudando a los estudiantes a superar obstáculos que de otro modo podrían impedirles completar su curso», dijo.

El fondo está disponible para estudiantes con discapacidades que asisten a cursos de educación superior y superior y para estudiantes que asisten a cursos aprobados enIrlanda del Norte , el Reino Unido y la Unión Europea.

«Queremos asegurarnos de que los estudiantes con discapacidades puedan acceder y participar plenamente en los cursos que elijan y que haya financiación esencial disponible para garantizar que completen con éxito su curso de estudio elegido», dijo Mary Mitchell O’Connor, Ministra de Estado para la Educación Superior.

El fondo es administrado por la HEA en nombre del Departamento de Educación y está cofinanciado por el Gobierno y el Fondo Social Europeo

Fuente: https://www.irishtimes.com/news/education/numbers-at-third-level-with-disabilities-triples-over-a-decade-1.3270264

Comparte este contenido:

España: Los 347 alumnos ciegos piden acceso a las tecnologías docentes

España/25 de Septiembre de 2017/El Día

Se trata de un colectivo que demanda accesibilidad total al uso de las nuevas tecnologías en las aulas a fin de no quedar excluidos.

Los 347 estudiantes ciegos o con discapacidad visual grave de Canarias que regresaron a las aulas junto al resto de compañeros reclaman accesibilidad total a las nuevas tecnologías docentes, para no quedar excluidos de algunas materias.

En una nota de prensa, la ONCE recordó que puso en marcha un sistema integral de apoyo, que contempla al alumnado, los centros escolares y las familias con el objetivo de que su incorporación se realice en igualdad de condiciones.

De esta manera, el 99,6% de estos estudiantes se escolariza en centros educativos ordinarios respondiendo al principio de una enseñanza inclusiva, que es posible gracias a su esfuerzo y la colaboración y el apoyo específico de los equipos de la ONCE y de las Administraciones educativas.

Esos 347 alumnos con ceguera y discapacidad visual grave se reparten de cara al nuevo curso 2017/18 entre los diferentes niveles educativos: 56 escolares comienzan la Educación Infantil, 54 están escolarizados en Educación Primaria, 44 llegan a la Educación Secundaria Obligatoria, 18 cursan Bachillerato, 10 se preparan en la Formación Profesional, 29 se enfrentan a la Universidad y 136 están inscritos en otro tipo de enseñanzas.

Por su parte, la inclusión del alumnado con ceguera y discapacidad visual en un ámbito educativo normalizado responde a lo indicado en la legislación vigente, donde existe un único sistema en el que prevalece el derecho de cualquier alumno a recibir una atención educativa equitativa y de calidad, respetando sus necesidades específicas para posibilitar su plena inclusión educativa y social.

De ello se encargan profesionales que componen los equipos específicos de atención educativa a personas con discapacidad visual.

Fuente: http://eldia.es/sociedad/2017-09-18/7-alumnos-ciegos-piden-acceso-tecnologias-docentes.htm

 

Comparte este contenido:

Colombia: Estudiantes con discapacidad tendrán que ser recibidos por ley en colegios

América del sur/Colombia/02 Septiembre 2017/Fuente: Semana 

Por medio de un nuevo decreto, el Ministerio de Educación Nacional reglamentó la educación inclusiva en el país.

Este miércoles, la ministra de Educación, Yaneth Giha, presentó un nuevo decreto que reglamentará la atención educativa para todas las personas que estén en condición de discapacidad.

Uno de los principales puntos que plantea el Decreto 1421 es que todos los estudiantes con alguna condición de discapacidad deben acceder a la oferta institucional existente, cercana a su lugar de residencia, con estudiantes de su edad y deben recibir los apoyos y ajustes razonables pertinentes para que su proceso educativo sea exitoso.

De acuerdo con la cartera educativa, este decreto es un primer paso para eliminar las barreras existentes para que ingrese a la educación esta población y se promueva su desarrollo, aprendizaje y participación con condiciones de equidad entre los demás estudiantes.

“Este decreto nos marca un camino de transformación en el sistema educativo para transitar hacia un modelo de inclusión, donde los estudiantes con discapacidad tengan las mismas garantías de educación que el resto de los estudiantes. El mismo derecho a soñar y cumplir sus sueños”, aseguró la ministra Giha.

Por otro lado, el decreto establece la obligatoriedad de una oferta bilingüe bicultural para los estudiantes. Esto quiere decir que los colegios tienen la obligación de recibir estudiantes que tengan una discapacidad auditiva y educarlos en lenguaje de señas como segunda lengua. Además, las instituciones educativas deberán contar con aulas paralelas y docentes bilingües que enseñen la formación en lengua de señas, y otros apoyos tecnológicos, didácticos y lingüísticos requeridos como intérpretes y modelos lingüísticos.

Al mismo tiempo, el Ministerio estableció  que en el proceso de ajuste del sector educativo para responder a las características de los estudiantes por sus condiciones de salud y ubicación geográfica, entre otros, se permitirá un modelo educativo flexible que se desarrolle en entornos hospitalarios o en el hogar. Este proceso se hará en coordinación con el sector salud.

“El principal desafío que tenemos es que el sistema educativo se adapte al estudiante con discapacidad y no el estudiante al sistema. Sabemos que los cambios importantes no ocurren de la noche a la mañana, pero este decreto, que traza un plan a cinco años, nos permitirá empezar a identificar y eliminar barreras”, aseguró Giha.

Lo cierto es que para el total cumplimiento del decreto se estableció un cronograma, con el fin de que las secretarías de Educación, entidades territoriales y las instituciones educativas se adapten y entreguen resultados.

Para el próximo año, se construirá una propuesta de organización territorial que parta del diagnóstico de cada entidad, de la matrícula, la oferta de servicios y las características de las instituciones educativas para desarrollar el proceso de inclusión. Para ese mismo año, los establecimientos educativos deberán comenzar o complementar la valoración pedagógica de los estudiantes con discapacidad.

Luego, para el año 2020 ya se deberá revisar, analizar y hacer un balance de la estrategia de atención que se planteó en el primer año, en términos de oferta y demanda, y de la distribución de los recursos. Por último, para el año 2022 el Ministerio, con base en el balance territorial, definirá de manera concreta los recursos y la temporalidad de la planta de docentes de apoyo.

Fuente: http://www.semana.com/educacion/articulo/ley-de-estudiantes-con-discapacidad-en-colombia/538186

Comparte este contenido:

Nicaragua: Personas con discapacidad se estancan en primaria

Centro América/Nicaragua/20 Agosto 2017/Fuente:elnuevodiario /Autor: Redacción Central

En Nicaragua el 2.5% de la población padece de algún tipo de discapacidad, según datos del programa Todos con Voz, es decir, unas 132,722 personas, de las cuales solo el 13.8 logra avanzar de la escuela primaria.

“Nos encontramos con datos que revelan que el 41% de las personas con discapacidad no tienen ninguna escolaridad. Luego vemos que la mayoría se ubica en preescolar y primaria y desde ahí el porcentaje comienza a bajar. Entonces es interesante ver qué pasa después de primaria porque tan poquitos niños siguen estudiando”, explica Sanna Laitamo, presidenta de la organización Visión Inclusiva.

Laitamo reconoce que en Nicaragua se desarrolla un programa de Educación Especial en las escuelas de primaria, así como un programa de Educación Inclusiva, no obstante, solo el 7% de los egresados de las escuelas de primaria están incluidos en estudios de secundaria.
contexto y profesores

Josephine López, psicóloga pedagoga y docente, explica que la discapacidad no está en las personas sino que se trata de una “limitante que las personas encuentran en su entorno y que dificulta su desarrollo”, por ello la niñez no puede acceder al sistema educativo.

“Toda las discapacidades puede asistir a la escuela regular. Los estudiantes encuentran las barreras en el sistema al querer ingresar a la escuela. En la discapacidad físico motora, la accesibilidad, cuando no están las condiciones para que puedan movilizarse dentro de la escuela. La visual porque no tenemos los textos o los medios curriculares adaptados al sistema braille. Y en la auditiva tiene que ver con la falta de capacidad en el manejo del lenguaje de señas para tener la comunicación con la persona con discapacidad auditiva”, indica López.

Otro reto que las expertas encuentran en el sistema educativo es la preparación en los docentes. Aun cuando el Ministerio de Educación (Mined) actualmente desarrolla la séptima edición del programa Estrategias para el desarrollo de una Educación Incluyente, que capacita a los 24 mil docentes a nivel nacional en técnicas para la atención a niñez con discapacidad.

“Recuerdo que Feconori (Federación de organización de personas con discapacidad)  hizo un estudio y entrevistó a jóvenes de quinto y sexto grado, porque ahí hay un bajón. Los niños no llegan o dejan de estar en la secundaria. Una de las demandas era los sistemas de apoyo y la capacidad de los profesores de atenderlos, además de la preparación en primaria. Ellos se preparan en educación especial, en centros de educación especial, entonces el nivel cognitivo, las materias no son suficiente para estar competitivos en la secundaria regular”, revela Laitamo.

Tanto López como Josephine admiten que el Mined ha hecho esfuerzos, pero reconocen que aun falta trabajo debido a que “en las escuelas no hay material didáctico y eso representa una limitante para el docente para poder atender a cada estudiante como verderamente lo requiere”.

El papel de la familia

Brenda Tapia, directora ejecutiva de Visión Inclusiva, indicó que en la Línea de Base que esa organización realizó como parte de su trabajo en Masatepe, padres y madres expresaron su desconfianza de enviar a sus hijos a la escuela.

“En diciembre hicimos un estudio donde encontramos que los padres de estos niños y niñas no están totalmente confiados en llevarlos a la escuela por diferentes razones. La seguridad, la sobreprotección y porque en el medio se burlan de ellos y tratan de golpearlos,  entonces los papás tienen miedo. Otros piensan que en su entorno le dan todas las repuestas que va a necesitar”, afirmó.

Para Tapia esto indica que las limitantes también están a lo interno de la familia, aunque reconoce que es comprensible el temor de los padres. En el estudio también “expresaron que ellos mismos (padres y madres) no estaban capacitados para atender las necesidades escolares de sus hijos después de llegar de clases”.

“Visión Inclusiva ha trabajado con las madres y padres para que ellos conozcan más sobre sus derechos de los niños y las niñas para acceder a la escuela y de esta manera los padres tengan mejores armas para luchar por sus niños”, dice Tapia como parte de su proyecto Escuela para Todos.

Las declaraciones fueron brindadas durante el evento Discapacidad y Educación Inclusiva en Nicaragua, organizado por Visión Inclusiva en el marco del Día de la Persona con Discapacidad a celebrarse el próximo 25 de agosto.

“Nosotros estamos trabajando con los padres, pero también con los maestros. Con la universidad Paulo Freire desarrollamos el primer diplomado en Educación Inclusiva en el que 38 profesores de 10 escuelas de Masatepe adquirieron herramientas para atender a la niñez con discapacidad en las escuelas en las que ellos imparten clases”, dijo Tapia.

Fuente de la noticia: http://www.elnuevodiario.com.ni/nacionales/managua/437330-personas-discapacidad-se-estancan-primaria/

Fuente de la imagen: http://endimages.s3.amazonaws.com/cache/2d/eb/2deb855ffa639ba42b501264f5327c38.jpg

Comparte este contenido:
Page 3 of 4
1 2 3 4